Selamat Datang

Senin, 28 Oktober 2013

Sejarah Sastra

1.    Angkatan 20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pustaka biasa disebut dengan Angkatan 20 atau Angkatan Siti Nurbaya. Sebenarnya hal ini kurang begitu tepat, sebab kegiatan sastra Indonesia sekitar tahun 1920 tidak semata-mata terbatas pada Balai Pustaka. Di luar Balai Pustaka juga terdapat kegiatan penerbitan majalah dan buku-buku yang bersifat sastra. Penamaan Angkatan Siti Nurbaya pun sebenarnya juga kurang tepat, sebab hanya berdasar pada nama sebuah roman.
Nama Balai Pustaka mengacu kepada dua pengertian, yakni Balai Pustaka sebagai nama Badan Penerbit dan Balai Pustaka sebagai suatu angkatan dalam sastra Indonesia.
    Karakteristik Angkatan 20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Sastra Balai Pustaka lahir sekitar tahun 20-an, di mana kehidupan masyarakat kita dalam masa penjajahan. Di bawah penindasan kaum penjajah, masyarakat kita memiliki sikap, cita-cita, dan adat istiadat yang isinya memberontak. Hal tersebut karena dalam kehidupan mereka selalu diwarnai peristiwa-peristiwa sosial dan budaya yang sengaja diciptakan oleh pihak penjajah, yakni pemerintah Belanda. Hal inilah yang menjadi ciri atau karakteristik sastra pada masa itu. Umumnya karakteristik sastra suatu periode dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu:
1)    situasi dan kondisi masyarakat
2)    sikap hidup dan cita-cita para pengarang
3)    sikap dan persyaratan yang ditentukan oleh penguasa atau pemerintah.

Bertolak dari hal-hal tersebut di atas, maka karakteristik sastra Angkatan Balai Pustaka adalah sebagai berikut:
1)    Bahasa sastra adalah bahasa Indonesia masa permulaan perkembangan, yang disebut Bahasa Melayu Umum;
2)    Sastra Balai Pustaka umumnya bertema masalah kawin paksa. Masyarakat (terutama kaum ibu) beranggapan bahwa perkawinan urusan orang tua. Orang tua memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan jodoh anaknya.

Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan drama. Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan adat-istiadat, kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam buku-buku sastra yang terbit pada masa itu. Lahirnya angkatan 20 (Siti Nurbaya) mempengaruhi beberapa ragam karya sastra diantaranya:
1.    P rosa
    Roman
Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalah adat.
Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Pengarang tidak hanya mempersoalkan masalah yang nyata saja, tapi mengemukakan manusia-manusia yang hidup. Pada roman Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai. Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat.
Sesudah itu, tambah membanjirlah buku-buku atau berpuluh-puluh pengarang yang pada umumnya menghasilkan roman yang temanya mengarah- arah Siti Nurbaya. Golongan sastrawan itulah yang dikenal sebagai Generasi Balai Pustaka atau Angkatan 20. Genre prosa hasil Angkatan 20 ini mula-mula sebagian besar berupa roman. Kemudian, muncul pula cerpen dan drama.





    Cerpen
Sebagian besar cerpen Angkatan 20 muncul sesudah tahun 1930, ketika motif kawin paksa dan masalah adat sudah tidak demikan hangat lagi, serta dalam pertentangan antara golongan tua dan golongan muda praktis golongan muda menang. Bahan cerita diambil dari kehidupan sehari-hari secara ringan karena bacaan hiburan. Cerita-cerita pendek itu mencerminkan kehidupan masyarakat dengan suka dukanya yang bersifat humor dan sering berupa kritik.
Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam majalah seperti Panji Pustaka dan Pedoman Masyarakat, kemudian banyak yang dikumpulkan menjadi kitab. Misalnya:
1)    Teman Duduk karya Muhammad kasim
2)    Kawan bergelut karya Suman H.S.
3)    Di Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka
4)    Taman Penghibur Hati karya Saadah Aim

Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 20 pada ragam karya sastra prosa:
1)    Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.
2)    Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.
3)    Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.
4)    Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa tidak terpelihara kebakuannya.
5)    Adanya analisis jiwa.
6)    Adanya kontra pertentangan antara kebangsawanan pikiran dengan kebangsawanan daerah.
7)    Kontra antarpandangan hidup baru dengan kebangsawanan daerah.
8)    Cerita bermain pada zamannya.
9)    Pada umumnya, roman angkatan 20 mengambil bahan cerita dari Minangkabau, sebab pengarang banyak berasal dari daerah sana.
10)    Kalimat-kalimatnya panjang-panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan-perbandingan, pepatah, dan ungkapan-ungkapan klise.
11)    Corak lukisannya adalah romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang diperjungkan secara berlebih-lebihan.

    Drama
Pada masa angkatan 20 mulai terdapat drama, seperti: Bebasari karya Rustam Efendi. Bebasari merupakan drama bersajak yang diterbitkan pada tahun 1920. Di samping itu, Bebasari merupakan drama satire tentang tidak enaknya dijajah Belanda. Pembalasannya karya Saadah Alim merupakan drama pembelaan terhadap adat dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan. Gadis Modern karya Adlim Afandi merupakan drama koreksi terhadap ekses- ekses pendidikan modern dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan, tetapi penulis tetap membela kawin atas dasar cinta. Ken arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari Pararaton. Menantikan Surat dari Raja karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari karangan Rabindranath Tagore. Kalau Dewi Tara Sudah Berkata karya Moh. Yamin.

2.    Puisi
Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama (syair dan pantun), tetapi golongan muda sudah tidak menyukai lagi. Golongan muda lebih menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah PBI, majalah Jong Soematra.
Perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin. Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan pembaharuan puisi Indonesia. Pembaharuannya dapat dilihat dalam kumpulan puisinya Tanah Air pada tahun 1922.
Pengarang berikutnya pada masa angkatan 20 di bidang puisi adalah Rustam Effendi.Rustam Effendi dipandang sebagai tokoh peralihan.Rustam Effendi bersama Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut soneta sehingga beliau dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia. Kumpulan sajak yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924 adalah Percikan Permenungan.
Penyair berikutnya adalah Sanusi Pane. Beliau menciptakan 3 buah kumpulan sajak, yaitu:
(1). Pancaran Cinta (seberkas prosa lirik, 1926)
(2). Puspa Mega (1927)
(3). Madah Kelana (1931)
Sajak yang pertama kali dibuat adalah Tanah Airku (1921), dimuat dalam majalah sekolah Yong Sumatra.
Dengan demikian, ciri-ciri puisi pada periode angkatan 20, yaitu:
(1). Masih banyak berbentuk syair dan pantun.
(2). Puisi bersifat dikdaktis.


HASIL APRESIASI PUISI ANGKTAN BALAI PUSTAKA “BAHASA BANGSA” Karya MUHAMMAD YAMIN
    Dari Segi Bahasa
Dari segi bahasanya,” Bahasa Bangsa” karya Muhammad Yamin menggunakan bahasa melayu tinggi. Sedangkan diksi/pemilihan kata yang digunakan dalam puisi di atas menggunakan kata yang memiliki makna konotasi seperti yang terdapat pada: /tanah moyang/, /jana bejana/. Tanah moyang disini memiliki makna tempat kelahiran atau tempal asal usul kita dalam puisi di atas sumatera, dan jana bejana mengandung makna pertautan makna. Dalam puisi di atas terdapat kata-kata yang bersifat kongkrit , yakni: /si anak/, /bunda/, /tanah moyang/, /bangsa/, /keluarga/, /besar/, /tanah melayu/, / Sumatera/, /perca/, /andalasku/, /dan/, /pemuda/. Maksud konkrit disini digunakan untuk menekankan daya bayang. Selain itu puisi “Bahasa Bangsa” menggunakan gaya bahasa majas metonimia, yakni menyebut atribut atau merk: /perca/ dan /andalasku/. Andalasku disini mewakili nama merk. Sarana retorika yang tampak pada puisi “Bahasa Bangsa” adalah antitesis seperti yang terdapat pada kata /berduka suka/, /meratap menangis bersuka raya/, dan /dalam bahagia bala dan baya/. Imajeri yang muncul adalah imajeri taktil seperti yang terdapat pada kutipan berikut:
Perasaan serikat menjadi padu Dalam bahasannya permai merdu Meratap menangis bersuka raya Dalam bahagia bala dan baya;

    Dari Segi Bentuk
Puisi dibedakan menjadi dua yakni: bunyi, yang menyangkut rima, aliterasi, asonansi, dan onomatope dan verifikasi. Segi bentuk yang pertama dalah perulangan bunyi yang mencangkup rima, dan aliterasi.

Rima dalam puisi diatas adalah /aabb/aa/aabb/aabb/aaaa/aabbcc/. Alitersi yang muncul terdapat pada bait kedua:
    Terlahir di bangsa berbahasa sendiri,
    Diapit keluarga kanan dan kiri
    Besar budiman di tanah Melayu
    Berduka suka, sertakan rayu
Perulangan bunyi konsonan pada kutipan diatas antara lain; /bahasa/, dan /bangsa/ serta /besar/ dan /budiman/. Bentuk puisi kedua versivikasi yang mencakup rima dan satuan bentuk. Rima yang terdapat puisi ini adalah rima rangkai. Sedangkan satuan bentuk puisinya bebas.

    Dari Segi Isi
Isi puisi mencangkup tema, nada dan suasana,perasaan dalam puisi, amanat serta nilai. Dalam puisi diatas mengandung tema cinta tanah air. Nada dan suasana puisi di atas adalah keinginan yang gigih untuk menciptakan suatu persatuan kususnya di Sumatra. Perasaan puisi diatas berisi tetntang rasa cinta terhadap pulau tempat ia dilahirkan. Amanat yang terkandung dalam puisi di atas adalah rasa bersatu diwaktu senang dan susah itu diperlukan. Sedangkan nilai yang terkandung adalah nilai kecintaan terhadap tanah air yang dalam puisi diatas diungkpan Sumatra.


NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA
Pada angkatan Balai Pustaka nilai yang terkandung dalam puisi-puisi yang dihasilkan kebanyakan lebih bersifat nasionalisme, selain puisi juga di temukan syair, seperti syair Putri Hijau dan Syair Siti aminah. Sastrawan yang tidak mau menndatangani nota ringkas seperti Mohammad Yamin puisi yang dihasilkan lebi bersifat nasionalisme. Nilai nasionalisme yang diperjuangkan oleh Mohammad Yamin adalah menumbuhkan sikap cinta tanah air. Hanya sedikit orang yang sadar bahwa kemerdekaan harus ditegakkan. Ada kalannya rasa takut terhadap penjajah di kesampingkan untuk memperoleh hak-hak kita. Untuk menegakkan kemerdekaan tersebut ditanamkan kecintaan terhadap tanah air. Cara tersebutlah yang digunakan oleh para penyair liar untuk menumbuhkan sikap nasinalisme penduduk pribumi terhadap tanah air. Persatuan merupakan bagian penting untuk mencapai suatu tujuan,baik dalam keadan bahagia maupun menderita persatuan harus tetap terjaga.
Muhammad Yamin begitu menggebu untuk mengembangkan rasa cinta tanah air, maka dengan media puisi ia tuangkan rasa cintannya. Seperti dalam kutipan tersebut ini;
Perasaan serikat menjadi padu
Dalam bahasanya permai merdu
Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya.
Dalam bait diatas nilai nasinalisme sangat melekat pada cita-cita Muhammad Yamin.
Dalam puisi Roestam Effendi yang berjudul “mengeluh” nilai nasinalisme sangat kental seperti pada kutipan berikut:
Menagis mata melihat makluk
Berharta bukan brhakpun bukan
Inilah nasib negeri nada
Memerah madu mengurus badan
Bait diatas mengungkap penderitaan karena penjajahan Belanda. Penjajah menjadikan negara Indonesia semakin menderita.

    Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’20-an
Cirri-ciri    Karya Penting    pengarang
    Puisinya berupa syair dan pantun.
    Alirannya bercorak romantic.
    Soal kebangsaan belum mengemuka

    Gaya bahasa masih menggunakan perumpamaan    Azab dan Sengsara    Merari Siregar
    Sitti Nurbaya    Marah Rusli
    Salah Asuhan    Abdul Muis
    Sengsara Membawa Nikmat   



2.    Angkatan 33 atau Angkatan Pujangga Baru
Nama Angkatan Pujangga Baru diambil dari pujangga sastra yang terbit pada tahun 1933, yang berjudul Poedjangga Baroe. Pada saat itu, peran majalah Poedjangga Baroe sangat besar dalam memperkenalkan para pengarang maupun karya sastra pada masyarakat Indonesia. Karya sastra yang banyak dipublikasikan adalah berbentuk sajak atau puisi, cerpen, novel, roman, ataupun drama pendek yang diterbitkan secara bertahap. Majalah Poedjangga Baroe dipimpin oleh Empat Serangkai: Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armin Pane.
Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra angkatan sebelumnya, sebab para pengarang pada masa ini memunyai pandangan tertentu tentang kesenian, kebudayaan, serta tentang sastrawan. Karya sastra mereka mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi. Itulah sebabnya para angkatan sastrawan ini bersemboyan “Seni untuk masyarakat” atau “Seni haruslah berorientasi untuk kepentingan masyarakat”.
Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Di samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaan timur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal. Genre prosa Angkatan 33 (Pujangga Baru) berupa:

    Roman
Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi. Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat, agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.
Contoh roman pada angkatan ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) dan Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Di samping itu, ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan Mestika (Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan Minahasa (M.R.Dajoh, 1941).
1.    Novel dan Cerpen
Kalangan sastra Kebangsaan (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen.
Beberapa pengarang tersebut, antara lain:
1)    Armyn Pane dengan cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.
2)    Cerpen itu dikumpulkan dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara Manusia (1953).
3)    Sutan Takdir Alisyahbana dengan cerpennya Panji Pustaka.

2.    Essay dan Kritik
Sesuai dengan persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal masyarakat umumnya.Semua itu menuju keindonesiaan. Essayist yang paling produktif di kalangan Pujangga Baru adalah STA.Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essai Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essai Kesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan essai Sampai di Mana Kemajuan Kita.

3.    Drama
Angkatan 33 menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkan kebesaran dalam sejarah Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk menanam rasa kebangsaan. Drama angkatan 33 ini mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjjahan tapi bercita-cita hendak melahirkan yang baru , Contoh:
    Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)
    Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)
    Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)
    Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)
    Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)
    Airlangga karya Moh. Yamin (1943)

4.    Puisi
Isi puisi angkatan 33 ini lebih memancarkan peranan kebangsaan, cinta kepada tanah air, antikolonialis, dan kesadaran nasional. Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk bebas, ternyata dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris tiap bait dan nama puisinya berdasarkan jumlah baris tiap baitnya, seperti distichon (2 seuntai), terzina (3 seuntai), kwatryn (4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7 seuntai), oktav (8 seuntai). Bahkan, ada juga yang gemar dalam bentuk soneta. Hal tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:
    Puspa Mega karya Sanusi Pane
    Madah Kelana karya Sanusi Pane
    Tebaran Mega karya STA
    Buah Rindu karya Amir Hamzah
    Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah
    Percikan Pemenungan karya Rustam effendi
    Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng
Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru dan Penyair Islam adalah Amir Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi Timur.
Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 33 ini yaitu:
1)    Tema utama adalah persatuan
2)    Beraliran Romantis Idialis.
3)    Dipengaruhi angkatan 80 dari negeri Bewlanda.
4)    Genre sastra yang paling banya adalah roman, novel, esai, dan sebagainya.
5)    Karya sastra yang paling menonjol adalah Layar Terkembang.
6)    Bentuk puisi dan prosa lebih terikat oleh kaidah-kaidah.
7)    Isi bercorak idealisme
8)    Mementingkan penggunaan bahasa yang indah-indah.

    Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan 33:
Cirri-ciri    Karya Penting    pengarang
Dinamis

Individualistis

Tidak persoalkan tradisi sebagai temanya

Hasil karya bercorak kebangsaan    Layar Terkembang    S.T. Alisyahbana
    Belenggu    Armin Pane
    Indonesia Tumpah Darahku    Muhammad Yamin
    Nyanyian Sunyi & Buah Rindu    Amir Hamzah
  
3.    Sastra Angkatan 45.
Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia memberikan sesuatu yang baru. Sajak-sajaknya tidak seperti sajak-sajak Amir Hamzah yang masih mengingatkan kita kepada sastra Melayu. Bahasa yang dipergunakannya ialah bahasa Indonesia yang hidup, berjiwa. Bukan bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra. Chairil Anwar segera mendapat pengikut, penafsir, pembela dan penyokong. Dalam bidang penulisan puisi muncul para penyair Asrul Sani, Rivai Apin, M. Akbar Djuhana, P. Sengojo, Dodong Djiwapraja, S. Rukiah, Walujati, Harijadi S. Hartowardoyo, Moch. Ali dan lain-lain. Dalam bidang penulisan prosa, Idrus pun memperkenalkan gaya menyoal-baru yang segera mendapat pengikut luas. Dengan munculnya kenyataan itu, banyak orang yang berpendapat bahwa sesuatu angkatan kesusastraan baru telah lahir. Pada mulanya angkatan ini disebut Angkatan Sesudah Perang, ada yang menamakannya Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Kemerdekaan dan lain-lain. Pada tahun 1948 Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama Angkatan 45. Nama ini segera menjadi populer dan dipergunakan oleh semua pihak sebagai nama resmi. Tetapi sementara itu, meskipun namanya sudah diperoleh, sendi-sendi dan landasan idealnnya belum lagi dirumuskan. Baru pada tahun 1950, “Surat Kepercayaan Gelanggang“ dibuat dan diumumkan. Ketika itu Chairil Anwar sudah meninggal. Surat kepercayaan itu ialah semacam pernyataan sikap yang menjadi dasar pegangan perkumpulan yang bernama “Gelanggang Seniman Merdeka“, yang didirikan tahun 1947. SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan. Ke-Indonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kalau kami bicara tentang kebudyaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai mengilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudyaan baru yang sehat. Jakarta 18 Februari 1950 Sebegitu banyak yang memproklamasikan kelahiran dan membela hak hidup Angkatan ’45, sebanyak itu pulalah yang menentangnya. Armijn Pane berpendapat bahwa Angkatan ’45 hanyalah lanjutan dari yang sudah dirintis angkatan sebelumnya, yaitu Angkatan Pujangga Baru. Pada tahun 1952, H.B. Jassin mengumumkan sebuah essai berjudul “Angkatan ‘45” yang merupakan pembelaan terhadap kelahiran dan hak hidup Angkatan ’45. Jassin mengatakatan bahwa bukan hanya dalam gaya saja perbedaan antara Angkatan ’45 ini dengan para pengarang Pujangga Baru, melainkan juga dalam visi (pandangan). Essai itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan karangan Jassin berjudul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay (1954). Chairil Anwar Chairil Anwar dilahirkan di Medan tanggal 22 Juli 1922. Sekolahnya hanya sampai mulo ( SMP ) dan itu pun tidak tamat kemudian ia belajar sendiri, sehingga tulisan-tulisannya matang dan padat berisi. Dari essai dan sajak-sajaknya jelas sekali ia seorang individualis yang bebas. Dengan berani dan secara demonstratif pula ia menentang sensor Jepang dan itu menyebabkan ia selalu menjadi incaran Kenpetai (polisi rahasia Jepang yang terkenal galak dan kejam). Sajaknya yang termasyhur dan merupakan gambaran semangat hidupnya yang memberist dan individualis berjudul AKU (ditempat lain diberi judul “Semangat”). Dalam sajak itu ia menyebut dirinya sebagai “binatang jalang”, sebutan yang segera menjadi terkenal. AKU Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau. Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa ‘ku bawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Selain seorang individualis, Chairil juga amat mencintai tanah air dan bangsanya. Rasa kebangsaan dan patriotismenya tampak dalam sajak-sajaknya Diponegero, Kerawang – Bekasi, Persetujuan dengan Bung Karno, Siap Sedia, erita Buat Dien Tamaela, dan lain-lain. DIPONOGORO Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali Dan bara kagus menjadi api Di depan sekali Tuan menanti Tak gentar. Laean banyaknya seratus kali Pedang di kanan, keris di kiri Berselubung semangat yang tak bisa mati Maju Ini barisan tak bergenderang berpalu Kepercayaan tanda menyerbu Sekali berarti Sudah itu mati Maju Bagimu negeri Menyediakan api Punah di atas menghamba Binasa di atas ditinda Sungguh pun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai Maju Serbu Serang Terjang Meskipun dalam beberapa sajaknya ia sering seolah-olah sinis mengejek nilai-nilai moral, termasuk nilai-niai agama, sebenarnya ia bukan tidak mempunyai rasa keagamaan. Sajaknya yang berjudul Doa dan Isa menunjukkan perasaan keagamaan yang mendalam. DO’A Kepada Pemeluk Teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut nama-Mu Biar sudah sungguh Mengingat kau penuh seluruh Caya-Mu panas suci Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku Di pintu-Mu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling. Sajak-sajak Chairil merupakan renungan tentang hidup, penyelaman terhadap kenyataan, lukisan perasaan manusia, cinta-kasih, berahi, dan lain-lain. Beberapa sajaknya sangat romantis sepeti Tuti Artic, Senja di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh di Pulau, dan lain-lain. Dalam sajak Sorga ia sangat sinis mengejek manusia-manusia yang membayangkan sorga dalam ukuran duniawi. Masih ketika ia hidup, telah timbul heboh karena sajaknya yang berjudul Datang Dara Hilang Dara yang diumumkan dalam majalah Mimbar Indonesia atas namanya ternyata plagiat dari sajak Hsu Chih Mo berjudul A Song of Sea. Tatkala sudah meninggal, heboh tentang plagiat ini timbul lagi karena beberapa sajaknya yang lain ternyata berdasarkan sajak-sjak orang lain tanpa menyebut sumbernya. Sajaknya Kerawang-Bekasi ternyata plagiat dari sajak Archibald MacLeish berjudul The Young Dead Soldiers. Demikian juga sajak Kepada Peminta-minta, Rumahku dan lain-lain. Pada tahun 1948, Chairil Anwar menerbitkan dan memimpin redaksi majalah Gema Suasana tetapi segera pula ditinggalkannya. Ia tak pernah betah lama-lama kerja di suatu kantor dan pada tahun 1949, tanggal 28 April ia meninggal di RSU Pusat Jakarta karena serangan penyakit tipes dan penyakit lain. Ketika dikuburkan dipemakaman karet masyarakat Jakarta menunjukan perhatian yang besar dengan mengirimkan jenazahnya. Setelah meninggal sajak-sajaknya diterbitkan orang sebagai buku: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Luput (1949), Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (1950). Yang terakhir merupakan kumpulan sajak bertiga dengan Asrul Sani dan Rivai Apin. Tulisan-utlisan Chairil yang tidak dimuat dalam ketiga kumpulan itu kemudian diterbitkan dengan kata pengantar H.B. Jassin berjudul Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956). Dan sajaknya telah diterjemahkan kedalam bahasa asing di antaranya di dalam bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Belanda, Rusia, Hindia, dan lain-lain. Asrul Sani dan Rivai Apin Penyair kawan seangkatan Chairil Anwar yang bersama sama mendirikan “ Gelanggang Seniman Merdeka “ ialah Asrul Sani dan Rivai Apin. Ketiga penyair itu biasanya dianggap sebagai trio pembaharu puisi Indonesia, pelopor Angkatan 45. Ketiga penyair itu menerbitkan kumpulan sajak bersama, Tiga Menguak Takdir (1950). Asrul Sani lahir di Riau Sumatera Barat tanggal 10 Juni 1926, ia pertama kali mengumumkan sajak dan karyanya yang lain dalam majalah Gema Suasana dan Mimbar Indonesia , tahun 1948. Asrul Sani seorang sarjana keDokteran Hewan yang kemudian menjadi Direktur Akedemi Teater Nasional Indonesia (ATNI) dan menjadi ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI), juga pernah duduk sebagai DPRGR/MPRS Wakil Seniman. Sajak-sajak Asrul Sani sangat merdu (melodius). Kata-katanya memberikan citra (image) yang lincah dan segar. Dalam sikap ia seorang moralis yang sangat mencintai dan meratapi manusia dan kemanusiaan. Sajak-sajaknya Mantera dan Surat dari Ibu menunjukkan pandangan hidupnya yang moralis. MANTERA Raja dari batu hitam Di balik rimba kelam, Naga malam, Mari ke mari! Aku laksamana dari lautan menghentam malam hari Aku panglima dari segala burung rajawali Aku tutup segala kota, aku sebar segala api, Aku jadikan belantara, jadi hutan mati. Tapi aku jaga supaya janda-janda tidak diperkosa. Budak-budak tidur di pangkuan bunda Siapa kenal daku, akan kenal bahagia Tidak takut pada hitam, Tiada takut pada kelam Pitam dan kelam punya aku. Dalam sajak itu dia mengaku bahwa dirinya sebagai “laksamana dari lautan” dan “panglima dari segala burung rajawali yang menutup segala kota sambil menyebarkan api, supaya janda-janda tidak diprkosa” dan supaya “budak-budak tidur di pangkuan bunda.” Analisis Puisi “AKU” karya Chairil Anwar.





AKU
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar)

    Analisis Makna :
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Dalam baris pertama “kalau sampai waktuku” Si “aku” membuang semua kekhawatirannya tentang suatu kematian. Dia tidak lagi perduli kepada siapa saja yang yang merayunya. Tidak juga kekasinya.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Si “aku” memesankan kepada orang-orang terdekatnya supaya supaya melepasnya, jika saatnya telah tiba menghadap sang khalik. Bahkan dia menyebt-nyebut dirinya sebagai binatang jalang, Sebuah simbol kehinaan.
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari Berlari
Hingga hilang pedih peri
Si “aku” berterus terang tentang apa yang telah di deritanya, tapi dia tetap mencoba untuk menanggungnya sendiri. Karena jika saatnya tiba, semua perih akan hilang.
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Si “aku” ingin hidup seribu tahun lagi. Di sini Chairil telah menjelma si “aku”. Walaupun raganya telah tiada, tapi dia ingin karyanya tetap hidup selamanya Sigodang Pos.

    Contoh ciri-ciri dan karya penting pada periode ‘45
Ciri-ciri    karya    pengarang
    Bebas
    Individualistis
    Universitalitas
    realitas    Aku    Chairil Anwar
        Tiga Menguak Takdir        Chairil Anwar, Asrul Sani, Riayi Apin
    Atheis         Achdiat Karta Mihardja
         Dari Ave Maria ke Jalan Lain Roma    Idrus
      Surat Kertas Hijau dan Wajah Tak Bernam    Sitor Situmorang

4.    Sastra  Angkatan 66 (1966)
Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B.Jassin oleh karena itulah diberi nama sastra H.B Jasin. Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan politik bangsa Indonesia yang sedang kacau. Kekacauan politik itu terjadi karena adanya teror PKI. Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan bangsa Indonesia kacau dalam bidang kesenian dan kesusatraan. Akibatnya kelompok lekra di bawah PKI bersaing dengan kelompok Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian, dan pembangunan bangsa dan Pancasila.


a.    Ciri-ciri Puisi
    Struktur Fisik
    Berbentuk balada
    Menggunakan gaya repetisi
    Menggunakan gaya slogan dan retorik
    Bercorak kedaerahan
    Masalah sosial, kemiskinan, pengangguran, demonstrasi

b.    Ciri-ciri Prosa dan Dram
    Struktur Fisik
Karya prosa fiksi dan drama tahun 60-an masih menunjukkan struktur fisik konvensional. Seperti dikatakan oleh Sumarjo “ Kaidah mimesis dalam sastra masih dipatuhi dalam penulisan sastra drama tahun 1950-an dan 60-an di Indonesia.Hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi perubahan dalam hal penokohan, alur, dan latar ceritanya. Bahkan berdasarkan catatan Sumarjo “ Dari 55 drama yang ada sebanyak 45 drama memasang tokoh yang jelas sekali nama, usia, watak, dan latar belakang sosiologisnya.
    Struktur Tematik
    Perjuangan ( Berlatar revolusi )
    Kehidupan pelacur
    Sosial
    Kejiwaan
    Keagamaan
Puisi-puisinya kebanyakan bersifat naratif dan prosais. Puisi-puisi demonstrasi kebanyakan sangat prosaiS. Puisi-puisinya tidak semuanya puisi demonstrasi, bahkan lebih banyak puisi yang bukan puisi demonstrasi.
a)    ciri struktur estetik
    puisi :
1.    gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembngnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang lebih sederhana dari puisi lirik.
2.    gaya mantra mulai tampak balada-balada
3.    gaya ulangan mulai pada berkembang (meskipun sudah dimulai oleh angkatan 45)
4.    gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan karya gaya angkatan 45.
5.    gaya slogan dan retorik makin berkembang.
    Prosa :
Dalam hal prosa, rupa-rupanya cirri-ciri struktur estetik angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada dasarnya tak ada perbedaan cirri struktur estetik prosa ini baru tampak jelas dalam periode 70.
Hanya saja pernah dikatakan bahwa gaya bercerita pada periode angkatan 50 ini adalah gaya murni bercerita, dalam arti, gaya bercerita hanya menajikan cerita saja, tanpa menyisipkan komentar, pikiran-pikiran sendiri, atau pandangan-pandangan semuanya itu melebur dalam cerita seperti puisi imajisme yang hanya menyajikan imaj-imaji berupa lukian atau gambaran, sedangka pikiran, tema, kesimpulan, terserah pada pembaca bagaimana menafsirkannya.

b)    cirri-ciri ekstra estetik
    puisi :
1.    ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan.
2.    mengungkapkan masalah-masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup.
3.    banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak balada.
    prosa
1.    cerita perang mulai berkurang.
2.    menggambarkan kehidupan sehari-sehar.
3.    kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap seperti tampak dalam novel Toha Mochtar pulang, Bokor Hutasuhut : Penakluk Ujung Dunia, dan cerpen-cerpen Bastari Asnin : Di Tengah Padang dan cerpen-cerpen Bastari Asnin Di Tengah Padang dan cerpen-cerpen Yusah Ananda.
4.    banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik.


    Contoh ciri-ciri karya penting pada Angkatan ‘66
Ciri-ciri    Karya    Pengarang
Kebanyakan tentang protes terhadap social dan politik

Mulai dikenal gaya epic pada puisi

Banyak penggunaan gaya retorik dan slogan

Cerita dengan berlatar perang    Pagar Kawat
Berduri    Toha Mochtar
    Tirani dan Benteng    Taufiq Ismail
    Pariksit    Goenawan Mohammad
    Para Priayi    Umar Kayam
    Mata Pisau dan Peluru Kertas    Supardi Joko Damono

5.    SastraAngkatan ’70-an
Sekitar tahun ’70-an, muncul karya-karya sastra yang lain dari sebelumnya yang dimana tidak menekankan pada makna kata yang kemudian digolongkan kedalam jenis sastra kontemporer. Berikut ini ciri-ciri karya sastra periode Angkatan 1970.
    Puisi
a)    Mempergunakan sarana kepuitisan yang khusus berupa frasa.
b)    Mempergunakan teknik pengungkapan ide secara sederhana,
c)    dengan kalimat-kalimat biasa atau sederhana.
d)    Mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung mistik.
e)    Menuntut hak-hak asasi manusia misalnya: kebebasan, hidup
f)    merdeka, bebas dari penindasan, menuntut kehidupan yang layak, dan bebas dari pencemaran kehidupan modern.
g)    Mengemukakan kritik sosial atas kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah, dan kritik atas penyelewengan.

    Prosa
a)    Alur berbelit-belit.
b)    Pusat pengisahan bermetode orang ketiga.


Contoh:
. . . .
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan.
Pada dirinya sendiri.”
. . . .   
(iarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta, 1976)
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa novel iarah menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penulis menyebut tokoh utama dengan sebutan ”dia”.

c)    Mengeksploitasi kehidupan manusia sebagai individu, bukan sebagai makhluk komunal.
Contoh:
. . . .
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan.
Pada dirinya sendiri.”
. . . .
(iarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta, 1976)
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa penulis hanya mengeksploitasi manusia sebagai makhluk individu yang hanya menghargai keberadaan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat darikalimat pada dirinya sendiri.

d)    Mengemukakan kehidupan yang tidak jelas.
e)    Mengedepankan warna lokal (subkultur), latar belakang kebudayaan lokal.



    Contoh ciri-ciri dan karya penting pada angkatan ’70-an
Ciri-ciri    Karya    pengarang
Diabaikannya unsur makna

Penuh semangat eksperimentasi

Beraliran surealistik

Dalam drama, pemain sering improvisasi    O, Amuk, Kapak    Sutardji Calzoum Bachri
    Hukla    Leon Agusta
    Wajah Kita    Hamid Jabar
    Catatan Sang Koruptor    F. Ibrahim
    Dandandik    Ibrahim Sattah


6.    SASTRA ANGKATAN 80-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan oleh karena itulah disebut dengan satra percintaan. Sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
    Karakteristik karya sastra angkatan 80-an
1.    Puisi yang dihasilkan bercorak spritualreligius. Misalnya; Kubakar Cintaku Karya Emba Ainun Najib,
2.    Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme,
3.    Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi,
4.    Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik, dan budaya,
5.    Menuntut hak asasi manusia, seperti kebebasan,
6.    Bahasa yang digunakan  realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis,
7.    Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya,
8.    Mulai menguat pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflikdengan pemikiran timur,
9.    Didominansi oleh roman percintaan,
10.    Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat, dimana tokoh utamanyamempunyai konflikdengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh anta gonisnya.

    Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan ’80-an
Ciri-ciri    Karya    Pengarang
Didominasi oleh roman percintaan

Konvensional : tokoh antagonis selalu kalah

Tumbuh sastra beraliran pop

Karya sastra tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum    Pulau Buru    Pramoedya Ananta Toer
    Burun- Burung Manyar    Y.B Mangun Wijaya
    Boko    Darman Moenir
    Ronggen Dukuh Paruk    Ahmad Tohari
    Lupus    Hilman Hariwijaya

7.    Sastra Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
    Karakteristik karya sastra angkatan 2000-an
a.    Menggunakan kata-kata maupun frase yang bermakna kontatif
b.    Banyak menyindir keadaan  sekitar  baik sosial, budaya, politik, atau lingkungan
c.    Revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan kecenderungan ke puisi kongkret yang di sebut antromofisme
d.    Kritik sosial sering muncul lebih keras
e.    Penggunaan estetika baru
f.    Karya cenderung vular,
g.    Mulai bermunculan fiksi-fiksi islami,
h.    Munculnya cyber sastra di Internet
i.    Cirri-ciri bahasa diambil dari bahasa sehari-hari yaitu kerayatjelataan,

Karya sastra angkatan 2000-an adalah suatu karya sastra yang bersifat kritis terhadap keadaan lingkungan sekitarnya, baik dari segi budaya, politik,dan sosial.setiap angkatan karya sastra mulai dari pujanga baru sampai sekarang memiliki cirikhas atau karakteristik tersendiri agar tetap mengikuti perkembngan zaman
Pada masa ini para pengarang sangat bebas bereksprimen dalam penggunaan bahasa dan bentuk. Seperti dikatakan Ajip Rosidi (1977 : 6), dalam Laut Biru Langit Biru, bahwa : mereka seakan ingin menjajagi sampai batas kemungkinan bahasa Indonesia sebagai alat pengucapan sastra, disamping mencoba batas-batas kemungkinan berbagai bentuk, baik prosa maupun puisi, sehingga perbedaan antara prosa dan puisi kian tidak jelas.
a.    Puisi
    Struktur Fisik
1.    Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuisian berupa ulangan kata, frasa atau kalimat. Gaya bahasa para lelisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar-besarnya serta menonjolkan tipografi,
2.    Puisi konkret sebagai eksperimen,
3.    Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberi kesan yang ekspresif
4.    Banyak menggunakan permainan bunyi
5.    Gaya penulisan yang prosais,
6.    Menggunakan kata-kata yang sebelumnya dianggap tabu
    Strukt Tematik
1.    Protes terhadap kepincangan dalam masyarakat
2.    Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan
3.    Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistis
4.    Cerita dan pelukisan bersifat alegoris dan parable
5.    Perjuangan hak-hak asasi manusia
6.    Kritik sosial terhadap alangan birokrat

b.    Prosa dan Drama
    Struktur Fisik
1.    Melepaskan ciri konvensional, menggunakan pola sastra “absurd” dalam tema, alur, tokoh,
2.    Maupun latar,
3.    Menampakkan ciri latar kedaerahan “Warna local “
    Struktur Tematik
1.    Sosial, politik, kemiskinan
2.    Kejiwaan
3.    Mehifisik

    Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi :
1.    Ahmadun Yosi Herfanda
Karyanya :
RESONANSI INDONESIA
Bahagia saat kau kirim rindu
Termanis dari lembut hatinu
Jarak yang memisahkan kita
Laut yang mengasuh hidup nahkoda
Pulau-pulau yang menumbuhkan kita
Permata zamrud di katulistiwa
: kau dan aku berjuta tubuh satu jiwa
Kau semakin benih-benih kasih
Tertanam dari manis cintamu
Tumbuh subur diladang tropika
Pohon pun berubah apel dan semangka
Kita petik bersama bagi rasa bersaudara
: kau dan aku berjuta kata satu jiwa
Kau dan aku
Siapakah kau dan aku ?
Jawa, Cina, Aceh, Batak, Arab, Dayak
Sunda. Madura, Ambon, atau Papua ?
Ah, Tanya itu tak penting lagi bagi kita
: kau dan aku
Berjuta wajah satu jiwa
Ya, apalah artinya tembok pemisah kita
Apalah artinya rahim ibu yang berbeda ?
Jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
Tulus menyatu dalam asuhan
Burung garuda
(Jakarta, 1984/1999)

2.    Justina Ayu Utami
Ayu Utami dalam novel “Saman” berhasil menciptakan representasi seksualitas. “mengarang bagis aya adalah kesedihan, melibatkan, meleburkan diri dan menerima kemungkinan yang direncanakan”.
Dalam novel “Saman” terdapat tokoh bernama Upi, seorang gadis cecat mental, tetapi fisik dan enstrogen serta progestorannya tumbuh matang. Dalam novel itu diceritakan bahwa menurut ibunya Upi beringas sekitar satu minggu menjelang haid. Upi sering melakukan onani dengan mnasturbasi menggosokkan selengkangannya pada pohon, tiang listrik, pagar, sudut tembok. Dia juga gemar memperkosa binatang. Ia juga kerap dimanfaatkan oleh lelaki iseng yang ingin meninkmati tubuhnya. Kemudian ada tokoh Roma Wis yang membuatkan rumah buat buat Upi yang bisa menjamin aktivitas seksualnya, juga membuatkan patung yang diberi nama Totem Phallus sebagai analogi pacar Upi dan ia boleh bermasturbasi dengan patung itu. (Saman, 78)
Dalam novel “Saman” digambarkan pula fenomena ‘revolusi seksual’ dikota-kota besar, dimana terjadi pergeseran nilai-nilai ketika perempuan merasa menemukan symbol kemandirian melalui kebebasan seks. Digambarkan bagaimana perempuan terpelajar generasi bari seperti tokoh Cok dengan entengnya membawa-bawa kondom dalam tas sekolah dan asyik berganti-ganti pasangan. Kemudian ada tokoh sakuntala yang dengan kesadaran penuh mendekap kebudayaan Barat yang serba premitif yang disimbolkan sebagai raksasa, bahkand engan kesadaran Sakuntala merusak selaput darahnya sendiri sebagai tanda pemberontakan terhadap tatanan etika dan merallitas social yang dianggap membelenggunya.
Sosok- sosok perempuan dalam novel “Saman dan Larung” menggambarkan citra perempuan Indonesia yang memiliki keterpelajaran, intelektual, bahkan social ekonomi yangkuat tetapi tidak dapat melepaskan dirid ari carut-maarut kebudayaan Order Baru yang larut dalam kapitalisme. Para tokoh perempuan tersebut pada satu sisi mampu meraih kemadirian dan berhasil membongkar ruang domestic untuk mencapai ruang public yang amat luas, tetapi di sisi lain mereka sebenranya menjadi tumbal kebudayaan yang mengalami depresi dalam upaya menrjemahkan makna pemberontakan, perlawanan, kebebasan dan kemandirian. Mereka sebenarnya tetaplah Siti Nurbaya modern yang menghadapi Datuk Maringgih baru yang lebih kejam dan canggih, yakni kapitalisme yang serba permisif dengan bentuknya lebih gemerlap, lebih cerdas, lebih bebas, serta lebih culas.

3.    Afrizal Malna
Contoh puisi yang dimuat dalam HU Pikiran Rakyat, Sabtu 28 Juli 2007 (mewakili sastra Koran):
SOB BUNTUT
“Tuan, di buncit perutmu apa ada
Padang rumput?” sepasang sapi jantan
Dan berina bertanya demikian kepadaku.
Hujan kembali membaca akar tumbuhan
Yang kering digarang kemarau. Kota desergap
Demam ribuan buruh pabrik gulung tikar.
Sepasang sapi jantan dan betina membayang
Di kuah sop buntut di restoran hotel bintang lima
Yang sering dipajak para pecundang. Dan aku
Terkejut. Mana mungkin diperutku yang buncit
Ada padang rumput selain hijau padang golf?
Begitulah. Maut mengirim isyarat. Dunia
 menggeliat dalam kobaran api hutan bakar
kepala si miskin dipenggal begal digelap malam
raungnya lenyap ditelan lembut alum musik jazz
di restoran hotel bintang lima. “Tuan apa ada
menu terakhir yang ingin anda santap?”
(2006)

4.    Rieke Diah Pitaloka
Contoh karya puisinya :
NOTE
Ini penting:
Kalau nanti malam
Kau bertemu Tuhan
Tolong tanyakan padanya
Apakah Adam diciptakan
Untuk memperkosa Hawa?
Ini penting!
(Tabet, 24/06/2001)

    Contoh ciri-ciri dan karya pada Angkatan Reformasi
Ciri-ciri    Karya    pengarang
Bertemakan social-politik

Penuh kebebasan ekspresi dan pemikiran

Menampilkan sajak-sajak peduli bangsa

Religious dan nuansa sufistik    Puisi Pelo    Widji Thukul
    Resonansi Indonesia
    Ahmodun Yosi Herfanda
    Di Luar Kota
    Acep Zamzam Noer
    Abad yang Berlari    Afrizal Malna
    Opera Kecoa    N. Rianto



Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tiap periode sastra dari angkatan 20-an sampai 2000 memiliki perbedaan. Yaitu sebagai berikut :
1.    Angkatan 20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Dari segi tema, banyak mengangkat cerita tentang kawin paksa dan pertentangan paham antara yang tua dan yang muda dan bahasa yang digunakan pada angkatan masih menggunakan bahasa melayu.

2.    Angkatan 33 atau Angkatan Pujangga Baru
Karya sastra pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra dengan angkatan sebelumnya. Seni menurut mereka, harus mampu membangun bangsa dan negara. Oleh karena itu, karya sastra angkatan ini lebih bersifat dinamis, individualistis, dan tidak terikat tradisi. Dan dari segi bahasa karya sastra yang tercipta pada angkatan ini menggunakan gaya bahasa yang indah.

3.    Sastra Angkatan 45.
Para sastrawan pujangga angkatan ’45 lebih menggambarkan keadaan jaman tersebut dengan berbagai keadaan sebelumnya. Para sastrawan ini berani menciptakan sebuah aturan baru dalam dunia sastra yang lepas dari aturan yang lebih mengikat diangkatan sebelumnya, walaupun sebelumnya aturan ini ditentang tetapi lambat laun dapat diterima.

4.    Sastra  Angkatan 66 (1966)
Dari segi tema angkatan 66 lebih menekankan pada kritikan terhadap pemerintahan orde lama yang gagal dalam mensejahterakan rakyat Indonesia dan gagalnya pemerintahan menciptakan stabilitas keamanan didalam negeri sehingga banyak daerah yang memberontak.. Dalam penggunaan bahasa pada angkatan 66 lebih sopan dan tidak menggunakan bahasa-bahasa yang bersifat sehari-hari (informal). Dalam penciptaan karya sastra angkatan 66 lebih mudah dipahami karena masih memakai aturan-aturan yang ada dalam penciptaan karya sastra.

5.    Satra angkatan 70-80-an
    Kata-kata dari bahasa daerah banyak dipergunakan untuk memberi efek kedaerahan dan efek ekspresif.
    Gaya bahasa paralelisme dikombinasi dengan gaya bahasa hiperbola dan enumerasi dipergunakan penyair untuk memperoleh efek pengucapan maksimal, tipografi di eksploitasi secara sugestif dan kata-kata nonsense dipergunakan dan diberi makna baru.


    Puisi-puisi imajisme banyak ditulis, dalam puisi imajis banyak digunakan khiasan, alegari, ataupun parable.
    Banyak kata-kata tabu yang digunakan baik dalam konteks puisi main-main, puisi protes, puisi pamflet, maupun puisi konkret .
    Banyak ditulis puisi lugu yang mempergunakan ungkapan gagasan secara polos dengan kata-kata serebral dan kalimat biasa yang polos.


6.    Sastra angkatan 2000
Angkatan 2000 lebih menekankan kritikan terhadap demokrasi yang tidak berjalan dan hegemoni birokrat dalam setiap bidang serta ketidakmampuan pemerintahan orde baru dalam menciptakan stabilisasi ekonomi. Pada angkatan 2000 penggunaan bahasa lebih bebas dan menggunakan bahasa yang informal, dalam angkatan 2000 karya sastra yang dihasilkan seolah mendobrak tradisi yang ada dan cenderung lebih bersifat kontemporer.













SASTRAWAN DAN KARYANYA PADA SETIAP PERIODISASI SASTRA
1.    PUJANGGA LAMA
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasikan karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20, pada masa ini karya sastra didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat. Di Nusantara budaya melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatra dan semenanjung malaya. Di Sumatra bagian utara muncul karya-kaya penting berbahasa melayu terutama karya-karya keagamaan.
Hamzah Pansuri adalah yang pertama diantara penulis angkatan pujangga lama dari istana kesultanan Aceh pada abad ke-17 muncul karya klasik selanjutnya yang paling terkenal adalah karya Syamsudin Pasai dan Abdul Rauf Singkir serta Nuruddin Arraniri.
•           Karya sastra pujangga lama
1.    Hikayat
-    Hikayat Abdullah            -     Hikayat Kalia dan Damina
-    Hikayat Aceh                -     Hikayat masyidullah
-    Hikayat Amir Hamzah           -     Hikayat Pandawa jaya
-    Hikayat Andaken Panurat        -     Hikayat Panda Tonderan
-    Hikayat Bayan Budiman        -     Hikayat Putri Djohar Munikam
-    Hikayat Hang Tuah            -     Hikayat Sri Rama
-    Hikayat Iskandar Zulkarnaen        -     Hikayat Jendera Hasan
-    Hikayat Kadirun                   -     Tasibul Hikaya
2.    Syair
-    Syair Bidasari
-    Syair Ken Tambuhan
-    Syair Raja Mambang Jauhari
-    Syair Raja Siam
3.    Kitab Agama
-    Syarab Al Asyidiqin (minuman para pecinta) oleh Hamzah Panzuri
-    Asrar Al-arifin (rahasia-rahasia gnostik) oleh Hamzah Panzuri
-    Nur ad-duqa’iq (cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsudin Pasai.
-    Bustan as-salatin (taman raja-raja) oleh Nuruddin Ar-Raniri.

2.    SASTRA MELAYU LAMA
    Karya Sastra Prosa Balai Pustaka dan Tokoh-tokohnya:
1.    Merari Siregar
    Azab dan Sengsara (Novel, 1920)
2.    Marah Rusli
    Sitti Nurbaya (novel/roman)
3.    Abdul Muis
    Salah Asuhan (Novel, 1928)
    Pertemuan Jodoh (Novel, 1933)
    Surapati (Novel, 1950)
    Robert Anak Surapati (Novel, 1953)
4.    Muhamad Kasim
    Muda Taruna
    Buah di Kedai Kopi
5.    Suman H. S
    Kasih Tak Terlarai (novel, 1929)
    Percobaan Setia (novel, 1931)
    Mencari Pencuri Anak Perawan (novel, 1932)
    Casi Tersesat (novel, 1932)
    Kawan Bergelut (kumpulan cerpen, 1938)
    Tebusan Darah (novel, 1939)
6.    Adinegoro
    Darah Muda (novel, 1927)
    Asmara Jaya (novel, 1928)
    Melawat Ke Barat (novel, 1930)
7.    Tulis Sutan Sati
    Sengsara Membawa Nikmat (novel, 1928)
    Tak Disangka (novel, 1929)
    Syair Siti Marhumah Yang Saleh (1930)
    Memutuskan Pertalian (novel,1932)
    Tiak Membalas Guna (novel, 1932)
8.    Abas Sutan Pamunjak Nan Sati
    Dagang Melarat (novel, 1926)
    Pertemuan (novel, 1927)
    Putri Zahara atau Bunga Tanjung di Pasar Pasir (Afrika) (novel, 1947)
    Jambangan (Kumpulan Sajak, 1947)

    Karya Sastra Puisi Balai Pustaka dan Tokoh-tokohnya
1.    Muhhamad Yamin
    Tanah Air
    Indonesia Tumpah Darahku.
2.    Roestam effendi
    Percikan Permenungan.
3.    Sanusi pane
    Pancaran Cinta
    Puspa Mega.
4.    Aman Datuk Mojoindo
    Syair si Banso (gadis durhaka), 1931
    Syair Gul Bakawali, 1936
5.    Tulis Sutan Sati
    Sayair Siti Marhumah yang Saleh.
6.    Hamzah Fansuri
    Syair Perahu





3.    PUJANGGA BARU
Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu : Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi. Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru :
1.    Sutan Takdir Alisjahbana
    Dian Tak Kunjung Padam (1932)
    Tebaran Mega kumpulan sajak (1935)
    Layar Terkembang (1936)
    Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)
2.    Hamka
    Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
    Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939)
    Tuan Direktur (1950)
    Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
3.    Armijn Pane
    Belenggu (1940)
    Jiwa Berjiwa
    Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960)
    Djinak-djinak Merpati – sandiwara (1950)
    Kisah Antara Manusia – kumpulan cerpen (1953)
4.    Sanusi Pane
    Pancaran Cinta (1926)
    Puspa Mega (1927)
    Madah Kelana (1931)
    Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
    Kertajaya (1932)
5.    Tengku Amir Hamzah
    Nyanyi Sunyi (1937)
    Begawat Gita (1933)
    Setanggi Timur (1939)

6.    Sariamin Ismail
    Kalau Tak Untung (1933)
    Pengaruh Keadaan (1937)
    Anak Agung Pandji Tisna
    Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
    Sukreni Gadis Bali (1936)
    I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
    J.E.Tatengkeng ,Rindoe Dendam (1934)
7.    Fatimah Hasan Delais
    Kehilangan Mestika (1935)


4.    ANGKATAN 1945
Karya-karya yang lahir pada masa angkatan 45 ini sangat berbeda dari karya sastra masa sebelumnya. Ciri khas angkatan 45 ini yaitu bebas, individualistis, universalistik, realistik, futuristik.
1.    Usmar Ismail
    Permintaan Terakhir. (Cerita pendk)
    Asokamala Dewi, (Cerita pendek)
     Puntung berasap, (Kumpulan sanjak; BP 1950)
    Sedih dan gembira, (Kumpulan drama; BP 1948) yang terdiri atas : a. Citra, b. Api, c. Liburan seniman.
    Mutiara dari Nusa Laut. (Drama).
    Tempat yang kosong.
    Mekar melati
    Pesanku, (Sandiwara radio)
    Ayahku pulang. (sandiwra sanduran dari cerita Jepang serta pernah difimkan dengn judul film “Dosa tak berampun”).
2.    Dr. Abu Hanifa
    Taufan di atas awan. (Kumpulan sandiwara).
    Dokter Rimbu, (Roman 1952).
     Kita berjuang, (1947).
    Soal agama dalam negara modern.
3.    Amal Hamzah
    Cerita pendek yang berjudul : Teropong, Bingkai Retak, Sine Nomine, dan sebagainya serta dimuat dalam pembahasab pertama.
    Buku dan penulis. (kritik).
    Sajak- sajak yang berkepala : Laut, Pancaran Hidup, dan sebagainya.
4.    Chairil Anwar
    Deru campur dubu. (kumpulan sajak 1043-1949)
    Kerikil tajam dan yang terhempas dan terputus . (PR)
    Tiga menguak takdir. (Dikarang bersama-sama dengan Riva’i Apain dan Asrul Sani. (kumpulan sajak).
    Pulanglh dia sianak hilang. (Terjemahan Andre Gide)
    Kena gempur. (Terjemahan dari Steinbeck).
5.    Riva’i Apin
    Mual, Tali jangkar putus, Putusan dan sebagainya.
     Tiga menguak takdir
    Chairil Anwar dengan maut. (Essay ; 1949)
6.    Asrul Sani
    Sahabat saya Cordiaz. (Cerita pendek).
    Bola lampu. (Cerita pendek)
    Deadlock pada puisi Emosi Semata.
    Sajaknya : Anak laut, On test, Surat dari Ibu dan sebagainya.
7.    Idrus
    Dari Ave Maria ke jalan lain Roma. (Kumpulan cerita pendek ; BP 1948)
    Anak buta. (Ceriya Pendek)
    Aki. (Novel ; BP 1948)
    Perempuan dan Kebangsaan.
    Jibaki Aceh. (Drma).
    Dokter Bisma. (Drama; 1945).
    Keluarga Surano. (Drama; 1948)
    Kereta api baja. (Terjemahan dari karya vsevold Ivanov).
8.    Utuj Tatang Sontani
    Suling.  (Drama bersajak; BP 1948)
    Bunga rumah makan. (Drama; BP 1948)
    Tambera. (Roman sejarah; BP 1949).
    Orang-orang sial. (Cerita pendek).
    Awal dan Mira. (Drama).
9.    Rosihan Anwar
    Radoi masyarakat. (Cerita pendek).
    Sajak-sajaknya antara lain: Manusia baru, Lukisan, Seruan nafas, dan sebagainya.
    Raja kecil, Bajak laut di Selat Malaka. (Roman sejarah; 1967)
10.    Aoh Kartahandimadja
    Beberapa paham Angkatan 45 (Essay).
    Sajak-sajaknya antara lain: Gubukku, Ke Desa, dan sebagainya.
    Manusia dan tanahnya. (Kumpulan cerita pendek; BP 1942).
    Zahra. (Kumpulan sajak dan Drama).
11.    Achdiat Kartamihardja
    Atheis. (Riman Psycologi; BP 1949).
    Bentrokan dalam asrama. (Drama).
    Polemik kebudayaan. (Essay).
    Keretakan dan ketegangan. (Kumpulan cerita pendek yang mendapat hadiah BMKN tahun 1955/1966).
    Kesan dan kenangan. (Kumpulan cerita pendek 1961).
12.    Pramudya Ananta Toer
    Perburuan. (Novel; BP 1950).
    Keluarga gerilya. (Roman; Pembangunan 1950).
    Pecikan revolusi. (kumpulan cerita pendek; Gapura 1950).
    Subuh. (Kumpulan cerita pendek; BP 1952).
    Cerita dari Blora. (Kumpulan cerita pendek; BP 1952).
    Bukan pasar malam. (Novel; BP 1952).
    Merka yang dilumpuhkan. (Roma).
    Di tepi kali Bekasi.
    Midah. Si manis bergigi emas. (Roman; Nusantara 1955).
    Dia yang menyrah. (Novel).
    Cerita pendek antara lain : Kemana Masa, Kwanku sel-sel, Kemelut, dan sebagainya.

13.    M.Balfas
    Lingkaran-lingkaran retak. (Kumpulan Prosa; Bp 1962)
    Dr,djipto Mangunkusumo demokrat sejati . (Biografi).
14.    Rivai Marlaut
    di lantai sdansa.
15.    Mochtar Lubis
    Tidak ada esok. (Roman; Gapura 1950).
    Jlan tak ada ujung. (Roman Psychologi; BP 1952)
    Kisah dari Eropa. (Terjemahan).
    Tanah gersanf. (Novel; PT.Pembangunan 1964).
    Si Jamal. (Cerita endek 1950).
    Perempuan. (Cerita pendek 1956).
16.    Anas Ma’ruf
    Citra. (Terjemahan dari Rabinranath Tagore).
    Sajak-sajak antara lain: Nyalakan terus, Antara kita, Pandu masa, dan sebagainya.
17.    Maria Amin
    Tinjaulah dunia sana. (Cerita pendek).
    Sajak-sajaknya antara lain: Penuh rahasia, Kapal udara, dan sebagainya.
18.    Mahatmanto
    Sajak-sajak: Cakar atau ekor, Individu, Dogma, Madrasah Muhammadiyah dn sebagainya.
19.    Nursjamsu
    Terawang. (Cerita Pendek).
    Usmo membela Ibu. (Cerita Pendek).
    Sajak-sajak antara lain: Pandai besi, Gila, Jeritan malam dan sebagainya,
20.    Zuber Usman
    Tamasya dengan perahu Bugis.
    Puteri Bunga Karang.
21.    Rusman Sutiasumarga
    Yang terhempas dan terkandas. (Kumpulan cerita pendek: BP, yang antara lain memuat cerita pendek “Gadis Berkasih”
    Korban romantik. (Cerita pendek; BP 1963).

22.    Sitor Situmorang
    Surat kertas hijau. (Kumpulan sajak: Pustaka Rakyat 1953).
    Jalan nmutiara. (Kumpulan drama).
    Dalam sajak.
    Wajh tk bernama.
    Zaman baru. (Kumpulan sajak).
    Pertempuran dan salju i Paris. (1956) mendapat hadiah BMKN.
23.    S. Rukiah
    Kejutan dan hati.
    Tandus. (Kumpulan puisi/prosa; BP 1952).
24.    Trisno Sumerdjo
    Kata hari dan perbuatan. (Kumpulan puisi; 1952).
    Rumah raja (1957).
    Daun kering. (kumpulan cerita pendek; 1962).
25.    Bakri Siregar
    Jejak langkah. (Kumpulan cerita pendek; 1953), yang antara lain memuat cerita pendek “Di tepi kawah”.
26.    Laurens Koster Bohang
    Setangkai kembang melati. (Cirita pendek).
    Amir Hamzah. (Essay).
27.    Bachrum Rangkuti
    Insaf
    Hamka
    Mikraj.
28.    Matu Mona
    Zaman gemilanh. (Roman sejarah; 1939).
    Panggilan tanah air.
    Menyinggung perasaan.
29.    A.A. Katili
    Kenang-kenangan sepku.
30.    Suwandi Tjitrowasilo
    Perjalana.

31.    Talim AB
    Abu dan Debu.
    Puisi dunia I dan II.
32.    Walujati Supangat  
    Pujani. (Novel; Gapura, 1951).
33.    Karim Halim
    Palawija. (Roman sosial).
    Sajak dalam majalah.
34.    Rustandi Kertakusuma
    Rekaman 7 daerah.
    Prabu dan putri. (Sandiwara klasik; BP 1951).
    Merah semua putih semua. (Drama dalam bentuk novel; BP 1961).
35.    Ashar Munir Sjamsul
    Bunglon.
    Menanti fajar.
36.    Harijadi S. Hrtowardojo
    Orang buangan. (Novel).
    Munafik. (Novel).
    Luka bayang. (Kumpulan sajak, 1964).
    Perjanjian dengan maut. (Novel, 1975)
    Lerang senja. (Sajak)

5.    ANGKATAN 1966 – 1970 an
    Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
1.    Taufik Ismail
    Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
    Tirani dan Benteng
    Buku Tamu Musim Perjuangan
    Sajak Ladang Jagung
    Kenalkan
    Saya Hewan
    Puisi-puisi Langit

2.    Sutardji Calzoum Bachri
    O
    Amuk
    Kapak
3.    Abdul Hadi WM
    Meditasi (1976)
    Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
    Tergantung Pada Angin (1977)
4.    Sapardi Djoko Damono
    Dukamu Abadi (1969)
    Mata Pisau (1974)
5.    Goenawan Mohamad
    Parikesit (1969)
    Interlude (1971)
    Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
    Seks, Sastra, dan Kita (1980)
6.    Umar Kayam
    Seribu Kunang-kunang di Manhattan
    Sri Sumarah dan Bawuk
    Lebaran di Karet
    Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
    Kelir Tanpa Batas
    Para Priyayi
    Jalan Menikung
7.    Danarto
    Godlob
    Adam Makrifat
    Berhala
8.    Nasjah Djamin
    Hilanglah si Anak Hilang (1963)
    Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)

9.    Putu Wijaya
    Bila Malam Bertambah Malam (1971)
    Telegram (1973)
    Stasiun (1977)
    Pabrik
    Gres
    Bom
10.    Djamil Suherman
    Perjalanan ke Akhirat (1962)
    Manifestasi (1963)
11.    Titis Basino
    Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
    Lesbian (1976)
    Bukan Rumahku (1976)
    Pelabuhan Hati (1978)
    Pelabuhan Hati (1978)
12.    Leon Agusta
    Monumen Safari (1966)
    Catatan Putih (1975)
    Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
    Hukla (1979)
13.    Iwan Simatupang
    Ziarah (1968)
    Kering (1972)
    Merahnya Merah (1968)
    Keong (1975)
    RT Nol/RW Nol
    Tegak Lurus Dengan Langit
14.    M.A Salmoen
    Masa Bergolak (1968)
15.    Parakitri Tahi Simbolon
    Ibu (1969)
16.    Chairul Harun
    Warisan (1979)
17.    Kuntowijoyo
    Khotbah di Atas Bukit (1976)
18.    M. Balfas
    Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
19.    Mahbub Djunaidi
    Dari Hari ke Hari (1975)
20.    Wildan Yatim
    Pergolakan (1974)
21.    Harijadi S. Hartowardojo
    Perjanjian dengan Maut (1976)
22.    Ismail Marahimin
    Dan Perang Pun Usai (1979)
23.    Wisran Hadi
    Empat Orang Melayu
    Jalan Lurus

6.     ANGKATAN 1980 – 1990-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
1.    Ahmadun Yosi Herfanda
    Ladang Hijau (1980)
    Sajak Penari (1990)
    Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
    Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
    Sembahyang Rumputan (1997)
2.    Y.B Mangunwijaya
    Burung-burung Manyar (1981)
3.    Darman Moenir
    Bako (1983)
    Dendang (1988)

4.    Budi Darma
    Olenka (1983)
    Rafilus (1988)
5.    Sindhunata
    Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
6.    Arswendo Atmowiloto
    Canting (1986)
7.    Hilman Hariwijaya
    Lupus – 28 novel (1986-2007)
    Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003)
    Olga Sepatu Roda (1992)
    Lupus ABG – 11 novel (1995-2005)
8.    Dorothea Rosa Herliany
    Nyanyian Gaduh (1987)
    Matahari yang Mengalir (1990)
    Kepompong Sunyi (1993)
    Nikah Ilalang (1995)
    Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
9.    Gustaf Rizal
    Segi Empat Patah Sisi (1990)
    Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
    Ben (1992)
    Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
10.    Remy Sylado
    Ca Bau Kan (1999)
    Kerudung Merah Kirmizi (2002)
11.    Afrizal Malna
    Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
    Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
    Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
    Dinamika Budaya dan Politik (1991)
    Arsitektur Hujan (1995)
    Pistol Perdamaian (1996)
    Kalung dari Teman (1998)
7.    ANGKATAN REFORMASI
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

    Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
1.    Widji Thukul
    Puisi Pelo
    Darman

8.    ANGKATAN 2000-an
    Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
1.    Ayu Utami
    Saman (1998)
    Larung (2001)
2.    Seno Gumira Ajidarma
    Atas Nama Malam
    Sepotong Senja untuk Pacarku
    Biola Tak Berdawai
3.    Dewi Lestari
    Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
    Supernova 2.1: Akar (2002)
    Supernova 2.2: Petir (2004)
4.    Raudal Tanjung Banua
    Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
    Ziarah bagi yang Hidup (2004)
    Parang Tak Berulu (2005)
    Gugusan Mata Ibu (2005)
5.    Habiburrahman El Shirazy
    Ayat-Ayat Cinta (2004)
    Diatas Sajadah Cinta (2004)
    Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
    Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
    Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
    Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
    Dalam Mihrab Cinta (2007)
6.    Andrea Hirata
    Laskar Pelangi (2005)
    Sang Pemimpi (2006)
    Edensor (2007)
    Maryamah Karpov (2008)
    Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
7.    Ahmad Fuadi
    Negeri 5 Menara (2009)
    Ranah 3 Warna (2011)
8.    Tosa
    Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
    Melan Conis (2009)

9.    CYBERSASTRA
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi melalui buku namun termagtub di dunia maya (internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa sistus Sastra Indonesia di dunia maya misalnya: duniasastra.com.




DAFTAR PUSTAKA
Rani, Supratman Abdul. Yani Maryani. 2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung : CV Pustaka Setia.
http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20DAERAH/AGUS%20SUHERMAN/Handout%20sastra%20Indonesia.pdf
http//sejarah balai pustaka.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar